Selasa, 23 Oktober 2012

Tiada kata Mustakhil dalam Hidup

Tiada kata Mustakhil dalam Hidup

Cetak Email
Ditulis oleh admin JDS   
Sudah menjadi kelemahan manusia apabila ia  mencinta atau merindu, membenci dan sedih, ia pendam sendiri. Termasuk juga di antara kelamahan tersebut adalah ia melihat dengan sudut pandangnya, tetapi tidak komprehensif dan menggunakan daya nalarnya. Sementara itu, ia sama sekali tidak mau mengambil pelajaran. Misalnya, bisa saja seseorang melihat pesawat terbang, astronot yang mendarat di bulan, penyelam yang sampai di dasar laut, telepon yang digunakan berkomunikasi dalam jarak yang amat jauh, jaringan internet, sementara ia sama sekali tidak merasa optimis, bahkan terpuruk dalam frustasi, pesimis, lemah, tak bisa meraih sukses dan maju.
Mungkin Anda bertanya-tanya, apa hubungannya kemajuan teknologi di atas dengan rasa pesimis dan frustrasi? Sebelumnya, ada baiknya menyimak kisah yang cukup menarik berikut ini.
Alkisah, di Universitas Kolombia, seorang mahasiswa menghadiri mata kuliah fisika. Ia duduk di bangku belakang dan tak lama kemudian ia tertidur pulas. Di akhir kuliah, ia terbangun karena suara berisik orang-orang yang meninggalkan ruangan kuliah. Ia melihat ke papan tulis, di sana ia menemukan sang dosen menuliskan dua pertanyaan yang kemudian ia catat dengan begitu cepat kemudian keluar ruangan. Sesampainya di rumah, ia memikirkan pertanyaan tersebut dan berusaha untuk menemukan jawabannya.
Dua pertanyaan tersebut memang sangat susah. Maka, ia pun pergi ke perpustakaan kampus untuk mencari beberapa literatur yang berkaitan dengan dua pertanyaan tersebut. Selama 4 hari, ia baru menyelesaikan satu pertanyaan. Ia pun sedikit kesal dengan dosen yang telah memberikan pertanyaan yang amat sulit itu.
Pada perkuliahan berikutnya, ia keheranan me­ngapa dosennya tidak meminta jawaban dua pertanyaan itu. Maka pergilah ia menemui sang dosen dan berkata, “Pak, selama 4 hari saya menyelesaikan pertanyaan Anda dalam 4 lembar kertas ini, dan itu pun baru satu soal.”
Dosennya pun terkejut, “Aku tidak memberikan tugas untukmu, kok! Ketahuilah, dua pertanyaan yang aku tulis di papan kemarin tak lain adalah dua masalah untuk menggambarkan kepada para mahasiswa bahwa ilmu pengetahuan tidak memberikan jawaban.”
Apa pendapatmu dengan kisah tersebut? Anda masih ingin tahu apa hubungannya antara penemuan dan kaitannya antara pesimis dan optimis?
Sobat, ketahuilah faktor yang menyebabkan Anda jatuh dan terjerambak dalam kesedihan dan putus asa tidak lain karena Anda memandang bahwa mimpi yang Anda alami hanyalah kabut semalam. Anda merasa bahwa untuk mencapai semua itu serasa mustakhil. Parhatikan penemuan-penemuan teknologi moderen! Apakah sebelumnya telah terbayang bahwa manusia dapat terbang di antara awan seperti burung? Apakah sebelumnya manusia terbayang bahwa di antara mereka ada seseorang yang mampu berenang di dalam air bersama ikan-ikan? Apakah sebelumnya terbayang bahwa seseorang dapat melakukan komunikasi jarak jauh dengan menggunakan alat telekomunikasi? Atau dengan layar kecil seperti yang sekarang ini marak digunakan? Di manakah letak mustakhil itu sekarang?
Kata “mustakhil” tidak lain adalah sekumpulan huruf yang dirangkai oleh orang-orang lemah dan malas, yaitu mereka yang tak mau merasa capek, kesulitan dan berat karena memikul tanggung jawab. Sementara itu, orang-orang yang mencintai obsesinya tidak mengenal kata ini dalam kamus hidupnya, sebab ia akan selalu berjalan di atas rel yang akan menyampaikan dirinya pada tujuan yang tepat sesuai keinginannya. Baginya, yang ada hanyalah terus melangkah, 1000 mil, baginya harus dimulai dari selangkah.
Sekarang Anda tahu ‘kan hubungan antara pesimis dan optimis? Seberat apa dan sesulit apa mimpi dan obsesimu itu masih belum seberapa jika dibandingkan dengan penemuan-penemuan mereka. Padahal, saat itu semua orang menilai obsesi mereka sebagai hal yang amat mustakhil. Akan tetapi setelah Anda benar-benar mengusahakannya, maka teranglah bagi Anda bahwa mimpu itu jauh dan Anda akan menggapainya selangkah demi selangkah. Ketika Anda telah melakukannya maka andalah yang memilikinya. Jangan katakan bahwa Anda terlambat! Tidak, Anda sama sekali belum terlambat. Di depan masih banyak yang harus Anda kerjakan. Kalaupun Anda terlambat dan sudah separuh jalan, itu lebih baik daripada Anda tidak melakukannya sama sekali.
Sementara itu banyak orang yang mengira bahwa menggapai sesuatu itu sulit jika dipandang dari sudut pandang orang lain. Misalnya, seorang buta huruf yang telah berumur 30 tahun merasa malu apabila harus belajar membaca dan manulis, dan ini mustakhil jika dilakukan oleh orang-orang yang seumur dia. Terlebih, pepatah Arab ada yang menyatakan “Sudah terlanjur tua baru mau belajar”. Akan tetapi, beda jauh dengan Muhammad Ali, pendiri Mesir moderen, yang baru belajar membaca dan menulis Arab di usianya ke-54 tahun. Adz-Dzibyani pun demikian, ia baru meluncurkan syair-syairnya ketika usianya telah mencapai 60-an tahun. Filosof Jerman, Sopenhueur, baru terkenal justru di usianya yang ke-70 tahun.
Jika memang demikian, maka yang membuat Anda tidak dapat mewujudkan mimpi Anda justru Anda sendiri, dan bukan kata “mustahil”. Kata ini pada hakikatnya tidak ada, dan Anda pun sama sekali tidak terpengaruh jika Anda menganggapnya tidak ada. Maka, yang membuat mustakhil itu adalah pikiran Anda. Pikiran itulah yang membuat sesuatu yang sederhana menjadi sulit dan berat.
Mulai sekarang, hapuslah kata “mustakhil” dari kamus hidup Anda yang justru membuat cita-cita Anda goyah dan kemampuan melemah. Raihlah mimpi dan harapanmu!
Optimislah, karena mimpi dan ambisimu itu akan terpampang nyata di matamu di suatu hari nanti. Sadarilah, kadang sesuatu yang terlihat mustahil di hadapan banyak orang, tetapi setelah ia dikejar dengan gigih dan diperjuangkan niscaya, ia akan menjadi nyata.
Lantas, alasan apa lagi yang membuat Anda tidak optimis?

Tidak ada komentar: